
Jerman mencatatkan namanya  sebagai negara Eropa pertama yang memungkinkan bayi dengan karakteristik  dari kedua jenis kelamin didaftarkan tidak sebagai laki-laki atau  perempuan. Mengakui 'jenis kelamin ketiga': X. 
Sebelumnya, kolom jenis kelamin hanya menyediakan  pilihan untuk M (male) dan F (female). Kini ditambah satu kategori lagi,  yakni 
X. 
Ini latar belakangnya: ribuan bayi di dunia lahir tanpa  hitungan kromosom yang jelas, mereka mungkin memiliki alat kelamin  laki-laki, atau perempuan--atau bahkan campuran keduanya atau  interseksual.
Anak-anak dengan kategori ini tak memiliki kromosom  seks spesifik, hormon yang fungsinya berbeda dari kebanyakan orang,  bahkan memiliki alat kelamin yang tak dapat dipastikan. 
Sementara,  di bawah aturan hukum Jerman, jenis kelamin anak harus didaftarkan  dalam waktu satu minggu setelah lahir. Terdapat pengecualian pada  beberapa kasus, namun batas waktu terakhir adalah sebelum anak tersebut  mencapai usia puber. 
Ini menimbulkan persoalan besar bagi  orangtua yang kerap merasa terpojok dan dipaksa menentukan keputusan  cepat untuk memilihkan satu jenis kelamin bagi anaknya agar si bayi  dapat segera didaftarkan dalam akta kependudukan. 
Masalahnya, ketika operasi dilakukan sejak dini, belakangan ternyata berlawanan dengan tanda-tanda fisik yang ditunjukkan. 
Misalnya,  yang menimpa salah satu korban yang tak disebut namanya. "Saya bukan  pria bukan juga wanita. Saya akan terus menjadi korban tambal-sulam  operasi dokter, rusak dan rombeng," kata dia seperti dimuat 
BBC, 1 November 2013. 
Jerman  memang yang pertama di Eropa. Namun, sejumlah negara lain sudah duluan  menyediakan kolom 'X'. Australia sejak 2011, Selandia Baru pada tahun  2012. 
Di Asia Selatan, Bangladesh menyediakan gender 'lain-lain'  dalam kartu identitas sejak 2011. Nepal bahkan lebih maju dengan  mengakui jenis kelamin ketiga pada 2007.
Inspirasi dari YogyaPengakuan  Nepal diawali perjalanan panjang Badri Pun: inspirasi dari hasil  kunjungannya ke Yogyakarta pada 2006 membuatnya memutuskan bertindak. Ia  tidur di halaman berbatu di pedesaan Nepal selama seminggu. Bergelung  dengan selimut wol, menggenggam kertas-kertas legalitasnya sebagai warga  negara -- akte kelahiran, SIM, dan kartu tanda penduduk.
Seperti 
Liputan6.com kutip dari 
Huffington Post,  setiap hari ia ke luar masuk gedung pemerintahan, bersikeras dengan  argumen: ada yang salah dengan kolom identitasnya. Setelah 12 hari, ia  dinyatakan menang. Badri Pun mendapatkan kartu identitas baru. Dalam  kolom jenis kelamin tertulis: "jenis kelamin ketiga"
Keputusan  Pengadilan Nepal sangat mengejutkan. Lalu, pada 21 Desember 2007,  Pemerintah Nepal memerintahkan penghapusan hukum yang diskriminatif, dan  menetapkan status "jenis kelamin ketiga".
Jenis kelamin ketiga di  Nepal adalah kategori dari seseorang yang tak mendefinisikan dirinya  sebagai perempuan atau laki-laki. Termasuk, bagi mereka yang saat lahir  tidak jelas jenis kelaminnya.
India juga punya kategori itu, namun  tak sekomperehensif Nepal. Pada 2005 di India, jenis kelamin ketiga  boleh ditulis di paspor sebagai "kasim" (eunuch) atau simbol "E". Pada  2009 'E" mulai dikenalkan dalam dokumen pemilihan umum. Setelah Nepal  mengakui jenis kelamin ketiga, India mulai menambahkan kategori itu  dalam sensus kependudukan.
Bangladesh juga memungkinkan warga  negara berjenis kelamin ketiga berpartisipasi dalam pemilihan umum,  dengan kategorisasi "kasim." Demikian juga Pakistan. Mahkamah Agung juga  meminta pemerintah mengeluarkan opsi jenis kelamin ketiga dalam KTP.  Namun, setidaknya selama tiga tahun, tidak satu pun KTP semacam itu  diterbitkan. (Ein/Yus)
sumber: 
Liputan6.com